Badan Keahlian DPR Gelar FGD UU Cipta Kerja dengan UMM
Kepala Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI Inosentius Samsul.Foto:Arief/jk
Kepala Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI Inosentius Samsul mengatakan Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI dengan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menggelar Focus Group Discussion (FGD) terkait arah kebijakan perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, sebagai tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai aspek formil.
“Kita fokus ke aspek formil dulu, mana yang perlu diperbaiki dari Undang-Undang Cipta Kerja ini, misalnya soal sinkronisasi antara Undang-Undang Cipta Kerja dengan undang-undang aslinya, harus di jaga aspek formilnya. Kalau substansinya itu nanti dulu, harus hati-hati karena Mahkamah Konstitusi belum ada satu pun keputusan yang terkait dengan materi undang-undang,” kata Sensi, sapaan akrab Inosentius Samsul, usai menghadiri FGD BK DPR RI dengan sivitas akademika UMM, di Malang, Jawa Timur, Selasa (8/3/2022).
Sensi menerangkan, FGD ini diselenggarakan dengan maksud sebagai antisipasi jika nanti DPR atau salah satu Alat Kelengkapan Dewan (AKD), misalnya Badan Legislasi ditugasi untuk menyiapkan RUU perbaikan terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, sebagai tindak lanjut putusan MK.
"Sampai sekarang memang belum diputuskan nanti siapa yang mengajukan usul RUU-nya apakah pemerintah atau DPR. Tetapi DPR mengantisipasi seandainya nanti diserahkan ke DPR, maka kita sudah siap bahan-bahannya. Jadi ini akan berproses terus sekaligus bagian dari konsultasi publik, itu yang juga diamanatkan oleh MK,” terangnya. Sensi menambahkan, melalui FGD ini, pihaknya membuka ruang seluas luasnya kepada masyarakat untuk menyampaikan pendapatnya.
“Kata kuncinya adalah hak untuk diberikan kesempatan. Ketika kita memberikan kesempatan harus ada kaitannya antara orang yang bersangkutan dengan isu atau RUU yang sedang dibahas. Jadi manajemen tata kelolanya harus diatur, makanya dalam revisi undang-undang kita mengatakan masyarakat yang terdampak, terkait dan terdampak. Jadi kalau masyarakat yang tidak terkait dan terdampak jangan menuntut didengar pendapatnya, karena tidak ada kaitannya,” kata Sensi. (afr/sf)